Selasa, 27 Maret 2012

impian sang penjelajah jalanan


cerpen Karya: Anda Fatimah ( SMKN 3 Balikpapan )


Impian sang penjelajah jalanan

Pamandangan pagi yang indah. Di dalam dinginnya pagi di tambah suara burung- burung yang masih terdengar di telinga. Tak ada yang berbeda pagi ini. aku mencoba untuk menikmati indahnya pagi walaupun tubuhku masih terasa dingin.
Ku terus berjalan menyelusuri gang kecil rumahku, dan tak beberapa lama Nampak seorang pria tua dengan tongkat di tangan kanannya. Setelah lama ku perhatikan ternyata pria tua dengan tongkatnya itu adalah kakek sukarji. Ia tinggal tak jauh dari rumahku, dan merupakan suatu kebiasaannya dimana setiap pagi buta ia telah berjalan jalan pagi di sekeliling lingkungan rumahnya. Sudah sekitar 3 tahun yang lalu istrinya yang bernama hutami telah meninggal dunia, dan kini ia tinggal bersama salah satu anaknya yang telah berkeluarga.
Akupun mencoba menyapanya.
“ kek…”, sapaku
Ia terhenti dari perjalananya dan mencoba memperhatikan wajahku.
“ indah yah..?” ucapnya dengan wajah kebingungan
“ iya kek, ini indah.., indah berangkat sekolah dulu yah..”, ucapku sambil beranjak pergi
Namun kakek sukarji kembali memanggilku.
“ indah…!” ucapnya
Akupun memberhentikan langkahku dan membalik badanku ke arahnya.
“ ada apa kek..?” tanyaku
“ tadi malam ada apa ribut-ribut di rumahmu..?”
“ ( aku terdiam sejenak) ehmm.., tadi malam kak hendra ngamuk-ngamuk lagi kek, sekitar habis maghrib dia datang sambil menggedor-gedor pintu rumah, entahlah kek, mungkin dia sedang ada masalah di pekerjaannya”, ucapku dengan wajah yang tiba-tiba murung
“ kakek pikir tadi malam ada maling di rumahmu, tapi alhamdulilah saja tidak, masalah kakakmu hendra mungkin dia sedang ada masalah saja.., tabah saja yah nak..”,
“ ( tersenyum kecil) iya kek, indah selalu mencoba berfikir sepeti itu..”,
“ baiklah, hati-hati di jalan yah nak, kakek masih mau jalan jalan dulu..”, ucapnya sambil beranjak meninggalkanku.

Seperti manusia pada umumnya, terkadang aku sangat lelah dan jenuh menempuh segala hal yang ada dalam kehidupan ini. di sisi lain aku memiliki tanggung jawab untuk bersekolah dengan baik namun di sisi lain pula aku harus bertanggung jawab terhadap adik-adikku. Bagiku semua hal itu bukan sebuah cobaan bagiku, namun merupakan anugerah agar diriku menjadi seseorang yang mampu menghargai arti sebuah kehidupan.
Semenjak kepergian ibu 5 bulan yang lalu, kehidupanku berangsur-angsur berubah. Tak ada lagi yang memperhatikan aku dan saudara-saudaraku seperti dulu. Kakak hendra menjalani kehidupannya sendiri dan aku sebagai kakak untuk adik-adikku harus mampu menjadi pengganti ibu bagi mereka, walaupun di saat ini aku masih sangat ingin mendapatkan belai kasih dari seorang ibu. Tak beberapa lama ibu pergi, ayah pergi meninggalkan kami, dan hingga kini aku tidak tahu keberadaannya, namun setelah kepergiannya tersebut, aku mendengar kabar bahwa ia telah menikah kembali dengan wanita lain. Setiap hal yang terjadi padaku, aku selalu mencoba menyadarkan diriku, bahwa Allah tidak akan menguji seorang hambanya di atas kemampuan seorang hambanya.

Kini aku telah sampai di halte bis, namun belum ada satu orangpun yang berada di sini. Aku terus menengok kearah kanan dan kiriku. Tak beberapa lama aku membuka tasku dan mengambil selembar Koran yang ku beli 3 hari yang lalu. Untuk saat ini aku belum mampu memikirkan cerita yang akan aku ikut sertakan dalam lomba menulis cerpen di sekolahku.
Setelah lama terdiam, aku kembali memasukkan selembar Koran tersebut kedalam tas. Mungkin aku datang cukup pagi kali ini, hingga saat ini belum ada satu orangpun yang datang dan menunggu bis bersamaku. Tak beberapa lama seorang laki-laki kecil  dengan setumpuk Koran di tangan kanannya menghampiriku. Dia menawariku dengan Koran-korannya itu, karena dengan perasaan tak tega melihatnya, akupun membeli satu Koran anak laki-laki kecil itu, walaupun saat ini aku tidak begitu membutuhkannya. Setelah aku membeli Koran-korannya, dia tidak pergi dariku, akan tetapi dia beranjak duduk di sebelah kiri badanku. Sebentar-sebentar dia menoleh ke arahku dan akupun membalasnya seperti itu. Ia mirip seperti adikku andi, namun setidaknya adikku masih dapat bersekolah di bandingkan dengan anak laki-laki kecil yang kini duduk di sebelahku. Tak beberapa lama, akupun mencoba menegurnya.
“ sudah lama yah dek kerja jualan Koran..?” tanyaku sambil menatap wajah anak kecil itu
“ sudah lama…!” jawabnya
“ oh…, kalau kakak boleh tau, orang tua adek kerja apa..?” tanyaku
Tiba-tiba anak kecil itu terdiam dan tidak menjawab pertanyaanku tersebut.
“ maaf kalau pertanyaan kakak menyinggung perasaan adek, kakak minta maaf yah..”,ucapku
“ orang tua saya sudah meninggal kedua-duanya..!” ucapnya tegas
Aku hanya bisa terdiam setelah mendengar jawaban dari anak kecil itu.
“ ibu saya telah meninggal 1 tahun yang lalu, sedangkan ayah saya telah lama meninggal sajak saya dalam kandungan.., ”, ucapnya dengan mimik wajah keseriusan
“ ( menarik nafas panjang-panjang) sama seperti halnya kakak, ibu kakak telah meninggal 5 bulan yang lalu namun ayah kakak pergi menelantarkan kakak dan adik-adik kakak.., lalu sekarang adik tinggal di mana..?” tanyaku
“ saya tinggal di mana saja kak, terkadang saya tinggal bersama teman-teman saya, namun kadang-kadang pula saya tinggal bersama tante saya..,( terdiam sejenak) kakak mau berangkat sekolah yah..?” tanyanya
“ iya benar.., kakak sedang menunggu bis sekolah datang”, jawabku
“ cita-cita kakak apa..?” Tanya anak kecil itu
“ ehmmm.., kakak belum punya cita cita dek..”,
Tiba-tiba anak kecil itu terdiam kembali
“ ada apa dek..? ada yang salah dari omongan kakak..?”
“ bagaimana hidup kami dapat berubah kalau kakak saja yang bersekolah tidak memiliki cita-cita, bukan kah kakak sebagai penerus bangsa harus mampu merubah kehidupan bangsa? terutama bagi kami anak-anak yang tidak mampu bersekolah.., biarpun saya tidak bersekolah, namun saya memiliki cita-cita yang sangat tinggi..”, ucapnya tegas
Aku langsung terdiam mendengar ucapan anak kecil itu.
“ biarpun saya tidak bersekolah namun saya selalu yakin bahwa suatu saat balikpapan akan menjadi sebuah kota yang tidak ada lagi anak-anak seperti saya yang tidak dapat merasakan sekolah…, namun biarpun saya hanya seorang penjual koran di jalan, saya selalu menanamkan semangat di dalam hati saya kak”,ucap anak kecil itu
“ iya dek, kamu benar, sebagai penerus bangsa , kakak harus memiliki semangat dan keyakinan. Bukan hanya pasrah kepada keadaan, kakak juga yakin pasti suatu saat dengan adanya di Balikpapan penerus-penerus bangsa yang sadar akan kewajibannya, pasti Balikpapan akan menjadi kota dimana semua anak-ana dapat merasakan sekolah”,ucapku
Anak laki-laki kecil tersebut hanya tersenyum memandangiku dan akupun ikut tersenyum padanya. Tak beberapa lama bis sekolahpun datang, aku beranjak dari tempat duduk ku dan mencoba masuk kedalam bis tersebut, namun belum sempat aku masuk kedalam bis, anak laki-laki kecil tersebut menarik tanganku, akupun langsung menolehkan wajahku ke arah anak kecil tersebut.
“ nama kakak siapa..?” tanyanya
“ nama kakak indah.., kamu sendiri siapa..?”
“ nama saya andi kak..”,
“( aku terdiam sejenak) ehmmm, kakak pergi dulu yah..”, ucapku sambil melontarkan senyum kepadanya. Ia pun membalas senyuman kepadaku. Dan akhirnya aku telah berada dalam bis yang telah melaju.
Di dalam bis aku terus memikirkan anak laki-laki kecil tersebut. Tak mudah untuk seorang anak kecil seperti andi  hidup tanpa keluarga disampingnya dan dalam umurnya yang kecil itu dia harus mampu bertahan hidup.
Apa yang telah kualami pagi ini, merupakan suatu dorongan agar aku menjadi seseorang yang lebih baik, bukan hanya dalam segi pendidikan namun dalam segi kehidupan bahwa kita harus mensyukuri apa yang telah kita dapatkan. Setiap manusia memiliki cobaan hidupnya masing-masing, namun bukan karna hal itu kita harus menjadi seseorang yang tak memiliki nilai hidup. Semua orang memiliki mimpi dan harapan namun terkadang terhalang oleh hal-hal yang tidak di inginkan, namun harus di jalani.
Tak beberapa lama aku terbangun dari khayalanku, dan aku telah dikagetkan oleh sari teman sekelasku yang telah lama berdiri dihadapanku.
“ kamu tidak turun indah..?” Tanya sari
Aku masih mencoba menyadarkan diriku dari lamunanku.
“ ayo turun..! jangan melamun terus..!” ucap sari sambil menarik tanganku.
Kamipun turun dari bis bersama-sama, seketika dari belakang kami muncul siska dan anwar yang mengejutkan kami.
“ dooorrr..!” ucap anwar dan siska mencoba mengejutkan  kami sambil tertawa terbahak-bahak,
Akupun ikut terkejut akan sikap mereka berdua sedangkan sari menerima kejutan tersebut dengan sikap yang tidak menampakkan kekejutan.
“apakah kalian sudah menentukan cerita cerpen kalian? Sepertinya kalian biasa-biasa saja menanggapi lomba cerpen tersebut”, ucap siska
“ aku belum punya ide..!” jawab sari
“ kamu sendiri bagaimana indah..?” tanya siska
“ ehmm, sepertinya aku sudah memiliki ide untuk cerpenku nanti..”, jawabku sambil melontarkan senyum kepada mereka.
Terlintas di pikiranku untuk membuat cerpen yang mengangkat kisah anak laki-laki kecil yang ku temui pagi tadi. Aku ingin menuangkan sebuah kisah seorang anak kecil penjual Koran yang memiliki mimpi dan cita-cita yang sangat tinggi, bukan hanya sekedar itu, namun aku ingin pula dengan cerpenku nanti dapat memberikan suatu pandangan hidup kepada penerus-penerus bangsa , agar dapat menghargai hidup dan dapat melakukan suatu hal yang maksimal untuk merubah dan membantu kehidupan saudara-saudara kita yang memiliki cita cita namun tidak mampu untuk mewujudkannya,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar