cerpen Karya:
Anda Fatimah ( SMKN 3 Balikpapan )
Impian sang penjelajah jalanan
Pamandangan pagi yang indah. Di dalam dinginnya pagi di tambah suara burung-
burung yang masih terdengar di telinga. Tak ada yang berbeda pagi ini. aku
mencoba untuk menikmati indahnya pagi walaupun tubuhku masih terasa dingin.
Ku terus berjalan menyelusuri
gang kecil rumahku, dan tak beberapa lama Nampak seorang pria tua dengan
tongkat di tangan kanannya. Setelah lama ku perhatikan ternyata pria tua dengan
tongkatnya itu adalah kakek sukarji. Ia tinggal tak jauh dari rumahku, dan
merupakan suatu kebiasaannya dimana setiap pagi buta ia telah berjalan jalan
pagi di sekeliling lingkungan rumahnya. Sudah sekitar 3 tahun yang lalu
istrinya yang bernama hutami telah meninggal dunia, dan kini ia tinggal bersama
salah satu anaknya yang telah berkeluarga.
Akupun mencoba menyapanya.
“ kek…”, sapaku
Ia terhenti dari perjalananya
dan mencoba memperhatikan wajahku.
“ indah yah..?” ucapnya
dengan wajah kebingungan
“ iya kek, ini indah.., indah
berangkat sekolah dulu yah..”, ucapku sambil beranjak pergi
Namun kakek sukarji kembali
memanggilku.
“ indah…!” ucapnya
Akupun memberhentikan
langkahku dan membalik badanku ke arahnya.
“ ada apa kek..?” tanyaku
“ tadi malam ada apa
ribut-ribut di rumahmu..?”
“ ( aku terdiam sejenak)
ehmm.., tadi malam kak hendra ngamuk-ngamuk lagi kek, sekitar habis maghrib dia
datang sambil menggedor-gedor pintu rumah, entahlah kek, mungkin dia sedang ada
masalah di pekerjaannya”, ucapku dengan wajah yang tiba-tiba murung
“ kakek pikir tadi malam ada
maling di rumahmu, tapi alhamdulilah saja tidak, masalah kakakmu hendra mungkin
dia sedang ada masalah saja.., tabah saja yah nak..”,
“ ( tersenyum kecil) iya kek,
indah selalu mencoba berfikir sepeti itu..”,
“ baiklah, hati-hati di jalan
yah nak, kakek masih mau jalan jalan dulu..”, ucapnya sambil beranjak
meninggalkanku.
Seperti manusia pada umumnya,
terkadang aku sangat lelah dan jenuh menempuh segala hal yang ada dalam
kehidupan ini. di sisi lain aku memiliki tanggung jawab untuk bersekolah dengan
baik namun di sisi lain pula aku harus bertanggung jawab terhadap adik-adikku. Bagiku
semua hal itu bukan sebuah cobaan bagiku, namun merupakan anugerah agar diriku
menjadi seseorang yang mampu menghargai arti sebuah kehidupan.
Semenjak kepergian ibu 5
bulan yang lalu, kehidupanku berangsur-angsur berubah. Tak ada lagi yang
memperhatikan aku dan saudara-saudaraku seperti dulu. Kakak hendra menjalani
kehidupannya sendiri dan aku sebagai kakak untuk adik-adikku harus mampu
menjadi pengganti ibu bagi mereka, walaupun di saat ini aku masih sangat ingin
mendapatkan belai kasih dari seorang ibu. Tak beberapa lama ibu pergi, ayah
pergi meninggalkan kami, dan hingga kini aku tidak tahu keberadaannya, namun setelah
kepergiannya tersebut, aku mendengar kabar bahwa ia telah menikah kembali
dengan wanita lain. Setiap hal yang terjadi padaku, aku selalu mencoba
menyadarkan diriku, bahwa Allah tidak akan menguji seorang hambanya di atas
kemampuan seorang hambanya.
Kini aku telah sampai di
halte bis, namun belum ada satu orangpun yang berada di sini. Aku terus
menengok kearah kanan dan kiriku. Tak beberapa lama aku membuka tasku dan
mengambil selembar Koran yang ku beli 3 hari yang lalu. Untuk saat ini aku
belum mampu memikirkan cerita yang akan aku ikut sertakan dalam lomba menulis
cerpen di sekolahku.
Setelah lama terdiam, aku
kembali memasukkan selembar Koran tersebut kedalam tas. Mungkin aku datang
cukup pagi kali ini, hingga saat ini belum ada satu orangpun yang datang dan
menunggu bis bersamaku. Tak beberapa lama seorang laki-laki kecil dengan setumpuk Koran di tangan kanannya
menghampiriku. Dia menawariku dengan Koran-korannya itu, karena dengan perasaan
tak tega melihatnya, akupun membeli satu Koran anak laki-laki kecil itu,
walaupun saat ini aku tidak begitu membutuhkannya. Setelah aku membeli
Koran-korannya, dia tidak pergi dariku, akan tetapi dia beranjak duduk di
sebelah kiri badanku. Sebentar-sebentar dia menoleh ke arahku dan akupun
membalasnya seperti itu. Ia mirip seperti adikku andi, namun setidaknya adikku
masih dapat bersekolah di bandingkan dengan anak laki-laki kecil yang kini
duduk di sebelahku. Tak beberapa lama, akupun mencoba menegurnya.
“ sudah lama yah dek kerja
jualan Koran..?” tanyaku sambil menatap wajah anak kecil itu
“ sudah lama…!” jawabnya
“ oh…, kalau kakak boleh tau,
orang tua adek kerja apa..?” tanyaku
Tiba-tiba anak kecil itu
terdiam dan tidak menjawab pertanyaanku tersebut.
“ maaf kalau pertanyaan kakak
menyinggung perasaan adek, kakak minta maaf yah..”,ucapku
“ orang tua saya sudah
meninggal kedua-duanya..!” ucapnya tegas
Aku hanya bisa terdiam
setelah mendengar jawaban dari anak kecil itu.
“ ibu saya telah meninggal 1
tahun yang lalu, sedangkan ayah saya telah lama meninggal sajak saya dalam
kandungan.., ”, ucapnya dengan mimik wajah keseriusan
“ ( menarik nafas
panjang-panjang) sama seperti halnya kakak, ibu kakak telah meninggal 5 bulan
yang lalu namun ayah kakak pergi menelantarkan kakak dan adik-adik kakak.., lalu
sekarang adik tinggal di mana..?” tanyaku
“ saya tinggal di mana saja
kak, terkadang saya tinggal bersama teman-teman saya, namun kadang-kadang pula
saya tinggal bersama tante saya..,( terdiam sejenak) kakak mau berangkat
sekolah yah..?” tanyanya
“ iya benar.., kakak sedang
menunggu bis sekolah datang”, jawabku
“ cita-cita kakak apa..?”
Tanya anak kecil itu
“ ehmmm.., kakak belum punya
cita cita dek..”,
Tiba-tiba anak kecil itu
terdiam kembali
“ ada apa dek..? ada yang
salah dari omongan kakak..?”
“ bagaimana hidup kami dapat
berubah kalau kakak saja yang bersekolah tidak memiliki cita-cita, bukan kah
kakak sebagai penerus bangsa harus mampu merubah kehidupan bangsa? terutama
bagi kami anak-anak yang tidak mampu bersekolah.., biarpun saya tidak
bersekolah, namun saya memiliki cita-cita yang sangat tinggi..”, ucapnya tegas
Aku langsung terdiam
mendengar ucapan anak kecil itu.
“ biarpun saya tidak
bersekolah namun saya selalu yakin bahwa suatu saat balikpapan akan menjadi
sebuah kota yang tidak ada lagi anak-anak seperti saya yang tidak dapat merasakan
sekolah…, namun biarpun saya hanya seorang penjual koran di jalan, saya selalu
menanamkan semangat di dalam hati saya kak”,ucap anak kecil itu
“ iya dek, kamu benar, sebagai
penerus bangsa , kakak harus memiliki semangat dan keyakinan. Bukan hanya
pasrah kepada keadaan, kakak juga yakin pasti suatu saat dengan adanya di
Balikpapan penerus-penerus bangsa yang sadar akan kewajibannya, pasti
Balikpapan akan menjadi kota dimana semua anak-ana dapat merasakan sekolah”,ucapku
Anak laki-laki kecil tersebut
hanya tersenyum memandangiku dan akupun ikut tersenyum padanya. Tak beberapa
lama bis sekolahpun datang, aku beranjak dari tempat duduk ku dan mencoba masuk
kedalam bis tersebut, namun belum sempat aku masuk kedalam bis, anak laki-laki
kecil tersebut menarik tanganku, akupun langsung menolehkan wajahku ke arah
anak kecil tersebut.
“ nama kakak siapa..?”
tanyanya
“ nama kakak indah.., kamu
sendiri siapa..?”
“ nama saya andi kak..”,
“( aku terdiam sejenak)
ehmmm, kakak pergi dulu yah..”, ucapku sambil melontarkan senyum kepadanya. Ia
pun membalas senyuman kepadaku. Dan akhirnya aku telah berada dalam bis yang
telah melaju.
Di dalam bis aku terus
memikirkan anak laki-laki kecil tersebut. Tak mudah untuk seorang anak kecil
seperti andi hidup tanpa keluarga
disampingnya dan dalam umurnya yang kecil itu dia harus mampu bertahan hidup.
Apa yang telah kualami pagi
ini, merupakan suatu dorongan agar aku menjadi seseorang yang lebih baik, bukan
hanya dalam segi pendidikan namun dalam segi kehidupan bahwa kita harus
mensyukuri apa yang telah kita dapatkan. Setiap manusia memiliki cobaan hidupnya
masing-masing, namun bukan karna hal itu kita harus menjadi seseorang yang tak
memiliki nilai hidup. Semua orang memiliki mimpi dan harapan namun terkadang
terhalang oleh hal-hal yang tidak di inginkan, namun harus di jalani.
Tak beberapa lama aku terbangun
dari khayalanku, dan aku telah dikagetkan oleh sari teman sekelasku yang telah
lama berdiri dihadapanku.
“ kamu tidak turun indah..?”
Tanya sari
Aku masih mencoba menyadarkan
diriku dari lamunanku.
“ ayo turun..! jangan melamun
terus..!” ucap sari sambil menarik tanganku.
Kamipun turun dari bis
bersama-sama, seketika dari belakang kami muncul siska dan anwar yang
mengejutkan kami.
“ dooorrr..!” ucap anwar dan
siska mencoba mengejutkan kami sambil
tertawa terbahak-bahak,
Akupun ikut terkejut akan sikap
mereka berdua sedangkan sari menerima kejutan tersebut dengan sikap yang tidak
menampakkan kekejutan.
“apakah kalian sudah
menentukan cerita cerpen kalian? Sepertinya kalian biasa-biasa saja menanggapi
lomba cerpen tersebut”, ucap siska
“ aku belum punya ide..!”
jawab sari
“ kamu sendiri bagaimana
indah..?” tanya siska
“ ehmm, sepertinya aku sudah
memiliki ide untuk cerpenku nanti..”, jawabku sambil melontarkan senyum kepada
mereka.
Terlintas di pikiranku untuk
membuat cerpen yang mengangkat kisah anak laki-laki kecil yang ku temui pagi
tadi. Aku ingin menuangkan sebuah kisah seorang anak kecil penjual Koran yang
memiliki mimpi dan cita-cita yang sangat tinggi, bukan hanya sekedar itu, namun
aku ingin pula dengan cerpenku nanti dapat memberikan suatu pandangan hidup
kepada penerus-penerus bangsa , agar dapat menghargai hidup dan dapat melakukan
suatu hal yang maksimal untuk merubah dan membantu kehidupan saudara-saudara
kita yang memiliki cita cita namun tidak mampu untuk mewujudkannya,